Gagal Beragama
GAGAL BERAGAMA
Di negeri kita ada yang tekun beragama, tetapi juga tekun korupsi. Bahkan ada koruptor yang ditangkap sepulang dari menunaikan ibadah haji atau umrah. Bahkan kementeria n agama diperbinca ngkan orang banyak karena soal korupsi.
Semua itu disebabkan mereka hanya terlihat beragama namun gagal beragama. Gagal beragama dikarenaka n tidak mendapatka n pendidikan agama secara kaffah atau menyeluruh .
Pendidikan agama yang menyeluruh adalah sebagaiman a perbincang an malaikat Jibril dengan Rasulullah shallallah u alaihi wasallam di hadapan para Sahabat yakni meliputi aqidah (Iman) , ibadah (Islam/ syariat) dan akhlaq (Ihsan/ tasawuf)
Laki-laki itu bertanya, ‘Wahai Rasulullah , apakah Islam itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Islam adalah kamu tidak menyekutuk an Allah dengan sesuatu apa pun, mendirikan shalat, membayar zakat, dan berpuasa Ramadlan.’ Dia berkata, ‘Kamu benar.’ Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah , apakah iman itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu beriman kepada Allah, malaikat-N ya, kitab-Nya, beriman kepada kejadian pertemuan dengan-Nya , beriman kepada para Rasul-Nya, dan kamu beriman kepada hari kebangkita n serta beriman kepada takdir semuanya’. Dia berkata, ‘Kamu benar’. Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah , apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu takut (khasyyah) kepada Allah seakan-aka n kamu melihat-Ny a (bermakrif at), maka jika kamu tidak melihat-Ny a (bermakrif at) maka sesungguhn ya Dia melihatmu. (HR Muslim 11)
Pada umumnya kaum muslim hanya mendapatka n pengetahua n tentang aqidah (Iman) dan ibadah (Islam/ syariat) saja. Yang luput adalah pengetahua n tentang akhlak (Ihsan/ tasawuf).
Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah , apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu takut (khasyyah) kepada Allah seakan-aka n kamu melihat-Ny a (bermakrif at), maka jika kamu tidak melihat-Ny a (bermakrif at) maka sesungguhn ya Dia melihatmu. (HR Muslim 11)
Bahkan sebagian besar pendidikan agama di wilayah kerajaan dinasti Saudi dan di Darul Hadits, Dammaj, Yaman , kurikulumn ya tidak mendapatka n pengetahua n tasawuf.
Sebaliknya berdasarka n apa yang disampaikan ulama yang sholeh keturunan cucu Rasulullah shallallah u alaihi wasallam, Abuya Prof. DR. Assayyid Muhammad bin Alwi Almaliki Alhasani dalam makalahnya dalam pertemuan nasional dan dialog pemikiran yang kedua, 5 s.d. 9 Dzulqo’dah 1424 H di Makkah al Mukarromah , menyampaik an bahwa dalam kurikulum tauhid kelas tiga Tsanawiyah (SLTP) cetakan tahun 1424 Hijriyyah di Arab Saudi berisi klaim dan pernyataan bahwa kelompok Sufiyyah (aliran–al iran tasawuf) adalah syirik dan keluar dari agama. Kutipan makalah selengkapn ya ada pada http:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2010/08/18/ ekstrem-dal am-pemikir an-agama/
Hal ini karena mereka termakan hasutan atau korban ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarka n oleh kaum Zionis Yahudi. Pada hakikatnya upaya kaum Zionis Yahudi menjauhkan kaum muslim dari tasawuf adalah dalam rangka merusak akhlak kaum muslim sebagaiman a mereka menyebarlu askan pornografi , gaya hidup bebas, liberalism e, sekulerism e, pluralisme , hedonisme dll.
Lihatlah pengaruh hedonisme yang diusung oleh Zionis Yahudi tersebut di sekeliling Makkah Al Mukaromah. Memang secara dzahir “orang kafir” tidak memasuki tanah suci namun paham tuhan kesenangan (hedonisme ) dan tuhan kebebasan (liberalis me) dibiarkan masuk.
Lihatlah pembanguna n di sekeliling Makkah Al Mukaromah dipenuhi pembanguna n fasilitas bagi jemaah haji yang “lebih dari cukup” yang menjurus hedonisme dan liberalism e. Mereka secara tidak langsung telah memperolok -olok sunnah Rasulullah shallallah u alaihi wasallam agar kita zuhud di dunia ini.
Dari Abul Abbas — Sahl bin Sa’ad As-Sa’idy — radliyalla hu ‘anhu, ia berkata: Datang seorang laki-laki kepada Rasulullah shallallah u ‘alaihi wa sallam dan berkata: “Wahai Rasulullah ! Tunjukkan kepadaku suatu amalan yang jika aku beramal dengannya aku dicintai oleh Allah dan dicintai manusia.” Maka Rasulullah menjawab: “Zuhudlah kamu di dunia niscaya Allah akan mencintaim u, dan zuhudlah terhadap apa yang ada pada manusia niscaya mereka akan mencintaim u.” (Hadist shahih diriwayatk an oleh Ibnu Majah dan lainnya).
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, "Untuk apa dunia itu! Hubungan saya dengan dunia seperti pengendara yang mampir sejenak di bawah pohon, kemudian pergi dan meninggalk annya.” (HR At-Tirmidz i)
Abu Bakar radhiallah uanhu berkata, ”Ya Allah, jadikanlah dunia di tangan kami, bukan di hati kami.”
Firman Allah ta'ala yang artinya, “Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhn ya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (QS Al-Ankabuu t [29] : 64)
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda, “Demi Allah, bukanlah kefakiran yang aku takuti atas kalian, tetapi aku takut pada kalian dibukakann ya dunia bagi kalian sebagaiman a telah dibuka bagi umat sebelum kalian. Kemudian kalian berlomba-l omba sebagaiman a mereka berlomba-l omba, dan menghancur kan kalian sebagaiman a telah menghancur kan mereka.”
Ketidak zuhudan di dunia membuat mereka lebih suka menghilang kan jejak-jeja k perjalanan hidup Rasulullah shallallah u alaihi wasallam demi perluasan fasilitas yang lebih dari cukup.
Kelak generasi muda muslim berikutnya akan tidak lagi tahu tempat perjanjian Hudaibiyah , mustajabny a Jabal Qubis untuk tempat berdoa bahkan perkampung an kelahiran baginda Muhammad Shallallah u alaihi wasallam akan tinggal “menurut cerita” tidak lagi dalam bentuk fisik aslinya. Patutlah ada yang berpendapa t pelayan dua tanah suci, diibaratka n telah merusak agama. Selengkapn ya silahkan baca tulisan pada http:// malai-ur.bl ogspot.com /2010/12/ 10-sebab-ke napa-wahab i-dikataka n.html
Tujuan beragama adalah untuk menjadi muslim yang berakhlaku l karimah, muslim yang baik, sholihin, muslim yang ihsan , muslim yang bermakrifa t yakni muslim yang menyaksika n Allah dengan hati (ain bashiroh)
Rasulullah menyampaik an yang maknanya “Sesungguhn ya aku diutus (Allah) untuk menyempurn akan Akhlak.” (HR Ahmad).
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“Sungguh dalam dirimu terdapat akhlak yang mulia”. (QS Al-Qalam:4 )
“Sesungguhn ya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatanga n) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (QS Al-Ahzab:2 1)
Akhlak yang buruk adalah mereka yang tidak takut kepada Allah atau mereka yang berpaling dari Allah karena mereka memperturu tkan hawa nafsu.
Firman Allah ta’ala yang artinya
“…Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatka n kamu dari jalan Allah..” (QS Shaad [38]:26 )
“Katakanlah : “Aku tidak akan mengikuti hawa nafsumu, sungguh tersesatla h aku jika berbuat demikian dan tidaklah (pula) aku termasuk orang-oran g yang mendapat petunjuk” (QS An’Aam [6]:56 )
Akhlak yang baik adalah mereka yang takut kepada Allah karena mereka selalu yakin diawasi oleh Allah Azza wa Jalla atau mereka yang selalu memandang Allah setiap akan bersikap atau berbuat sehingga mencegah dirinya dari melakukan sesuatu yang dibenciNya , menghindar i perbuatan maksiat, menghindar i perbuatan keji dan mungkar hingga terbentukl ah muslim yang berakhlaku l karimah
Seseorang ulama memberikan nasehat kepada seorang pejabat disebuah kementeria n, “Silahkan lakukan korupsi namun lakukan di suatu tempat yang tidak dapat dilihat oleh Allah Azza wa Jalla”.
Muslim yang selalu yakin diawasi oleh Allah Azza wa Jalla tentulah tidak akan melakukan korupsi.
Para penguasa negeri yang mengaku muslim namun berdusta kepada rakyatnya, mafia pajak, mafia pengadilan , mereka yang mengaku muslim namun berlaku radikalism e atau terorisme, para wakil rakyat yang tidak mewakili rakyatnya, para pejabat pemerintah yang seharusnya abdi rakyat malah menjadi abdi partai politik, para artis yang berzina atau bugil atau setengah bugil di depan kamera, para pendemo yang anarkis bahkan mahasiswa yang masih menggunaka n jaket atribut universita s Islam namun berdemo anarkis, para pekerja yang tergabung dalam serikat pekerja berdemo menutup jalan tol dan tindakan anarkis lainnya adalah mereka yang tidak mendapatka n pengetahua n tasawuf (ihsan/ akhlak) sehingga mereka tidak mempunyai keyakinan bahwa mereka dalam pengawasan Allah Azza wa Jalla. Seolah azab neraka adalah urusan nanti.
Pengawasan Allah tidak timbul dalam hati para pelaku korupsi atau pelaku kejahatan lainnya, mereka selain karena tidak mendapatka n pengetahua n tentang tasawuf (ihsan/ akhlak) juga karena amal ibadah yang mereka lakukan sekedar aktifitas fisik atau amalan fisik (jasmani) tidak sampai kepada amalan batin (ruhani). Ibadah haji yang mereka lakukan sebatas ibadah fisik bukan lagi perjalanan ruhani.
Keadaan ini dikatakan oleh Rasulullah shallallah u alaihi wasallam sebagai “Shalat mereka tidak sampai melewati batas tenggoroka n”
Rasulullah bersabda yang artinya “akan muncul suatu firqah/ sekte/ kaum dari umatku yang pandai membaca Al Qur`an. Dimana, bacaan kalian tidak ada apa-apanya dibandingk an dengan bacaan mereka. Demikian pula shalat kalian daripada shalat mereka. Juga puasa mereka dibandingk an dengan puasa kalian. Mereka membaca Al Qur`an dan mereka menyangka bahwa Al Qur`an itu adalah (hujjah) bagi mereka, namun ternyata Al Qur`an itu adalah (bencana) atas mereka. Shalat mereka tidak sampai melewati batas tenggoroka n. Mereka keluar dari Islam sebagaiman a anak panah meluncur dari busurnya” (HR Muslim 1773)
Urutannya adalah Iman -> Ilmu -> Amal -> Akhlak
Rasulullah bersabda, “Barangsiap a yang shalatnya tidak mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, maka ia tidak bertambah dari Allah kecuali semakin jauh dariNya” (diriwayat kan oleh ath Thabarani dalam al-Kabir nomor 11025, 11/46)
Barangsiap a tidak khusyuk dalam sholatnya dan pengawasan Allah tidak tertanam dalam jiwanya atau qalbunya, maka ia telah bermaksiat dan berhak mendapatka n siksa Allah ta’ala.
Firman Allah Azza wa Jalla, yang artinya
`…. maka celakalah orang-oran g yang sholat, (yaitu) orang-oran g yang lalai dalam sholatnya, dan orang-oran g yang berbuat riya” (QS Al-Ma’un 107: 4-6)
“… dan janganlah kamu termasuk orang-oran g yang lalai“(QS Al A’raaf 7: 205)
“Sesungguhn ya shalat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar” (QS al Ankabut [29]:45)
Sholat yang benar baik ilmu dan amalnya akan terwujud dalam perilaku yang selalu mencegah dirinya dari melakukan sesuatu yang dibenciNya , menghindar i perbuatan maksiat, menghindar i perbuatan keji dan mungkar hingga terbentukl ah muslim yang berakhlaku l karimah, muslim yang sholeh, muslim yang dekat dariNya, muslim yang meraih maqom disisiNya, muslim yang telah dikaruniak an ni’mat oleh Allah Azza wa Jalla sehingga selalu berada pada jalan yang lurus.
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“Tunjukilah kami jalan yang lurus , (yaitu) jalan orang-oran g yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka….” (QS Al Fatihah [1]:6-7 )
“Dan barangsiap a yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya) , mereka itu akan bersama-sa ma dengan orang-oran g yang dianugerah i ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqii n, orang-oran g yang mati syahid, dan orang-oran g sholeh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-bai knya .” (QS An Nisaa [4]: 69 )
Muslim yang terbaik untuk bukan Nabi dan meraih maqom disisiNya sehingga menjadi kekasih Allah (wali Allah) dengan mencapai shiddiqin, muslim yang membenarka n dan menyaksika n Allah dengan hatinya (ain bashiroh) atau muslim yang bermakrifa t. Bermacam-m acam tingkatan shiddiqin sebagaiman a yang diuraikan dalam tulisan padahttp:// mutiarazuhu d.wordpres s.com/ 2011/01/14/ 2011/09/28/ maqom-wali- allah/
Muslim yang dekat dengan Allah adalah muslim yang berakhlaku l karimah.
Ilmu yang banyak pun tidak menjamin semakin dekat denganNya jika terbukti tidak terwujud akhlak yang baik.
Rasulullah shallallah u alaihi wasallam bersabda: “Barangsiap a yang bertambah ilmunya tapi tidak bertambah hidayahnya , maka dia tidak bertambah dekat kepada Allah melainkan bertambah jauh“
Semakin banyak mengenal Allah (ma’rifatu llah) melalui ayat-ayat- Nya qauliyah dan kauniyah, maka semakin dekat hubungan dengan-Nya . Ilmu harus dikawal hidayah. Tanpa hidayah, seseorang yang berilmu menjadi sombong dan semakin jauh dari Allah ta’ala. Sebaliknya seorang ahli ilmu (ulama) yang mendapat hidayah (karunia hikmah) maka hubunganny a dengan Allah ta’ala semakin dekat sehingga meraih maqom disisiNya.
Sebagaiman a diperibaha sakan oleh orang tua kita dahulu bagaikan padi semakin berisi semakin merunduk, semakin berilmu dan beramal maka semakin tawadhu, rendah hati dan tidak sombong.
Imam Malik ~rahimahul lah menasehatk an agar kita menjalanka n perkara syariat sekaligus menjalanka n tasawuf agar tidak menjadi manusia yang rusak (berakhlak tidak baik).
Imam Malik ~rahimahul lah menyampaik an nasehat (yang artinya) “Dia yang sedang tasawuf tanpa mempelajar i fiqih (menjalank an syariat) rusak keimananny a , sementara dia yang belajar fiqih (menjalank an syariat) tanpa mengamalka n Tasawuf rusaklah dia, hanya dia siapa memadukan keduanya terjamin benar“
Begitupula Imam Syafi’i ~rahimahul lah menasehatk an kita agar mencapai ke-sholeh- an sebagaiman a salaf yang sholeh adalah dengan menjalanka n perkara syariat sebagaiman a yang mereka sampaikan dalam kitab fiqih sekaligus menjalanka n tasawuf untuk mencapai muslim yang baik, muslim yang sholeh, muslim yang berakhlaku l karimah atau muslim yang Ihsan
Imam Syafi’i ~rahimahul lah menyampaik an nasehat (yang artinya) ,”Berusahala h engkau menjadi seorang yang mempelajar i ilmu fiqih (menjalani syariat) dan juga menjalani tasawuf, dan janganlah kau hanya mengambil salah satunya. Sesungguhn ya demi Allah saya benar-bena r ingin memberikan nasehat padamu. Orang yang hanya mempelajar i ilmu fiqih (menjalani syariat) tapi tidak mau menjalani tasawuf, maka hatinya tidak dapat merasakan kelezatan takwa. Sedangkan orang yang hanya menjalani tasawuf tapi tidak mau mempelajar i ilmu fiqih (menjalani syariat), maka bagaimana bisa dia menjadi baik (ihsan)?” [Diwan Al-Imam Asy-Syafi' i, hal. 47]
Sebelum belajar Tasawuf, Imam Ahmad bin Hambal menegaskan kepada putranya, Abdullah ra. “Hai anakku, hendaknya engkau berpijak pada hadits. Anda harus hati-hati bersama orang-oran g yang menamakan dirinya kaum Sufi. Karena kadang diantara mereka sangat bodoh dengan agama.” Namun ketika beliau berguru kepada Abu Hamzah al-Baghdad y as-Shufy, dan mengenal perilaku kaum Sufi, tiba-tiba dia berkata pada putranya “Hai anakku hendaknya engkau bermajlis dengan para Sufi, karena mereka bisa memberikan tambahan bekal pada kita, melalui ilmu yang banyak, muroqobah, rasa takut kepada Allah, zuhud dan himmah yang luhur (Allah)” Beliau mengatakan , “Aku tidak pernah melihat suatu kaum yang lebih utama ketimbang kaum Sufi.” Lalu Imam Ahmad ditanya, “Bukanlah mereka sering menikmati sama’ dan ekstase ?” Imam Ahmad menjawab, “Dakwah mereka adalah bergembira bersama Allah dalam setiap saat…”
Imam Nawawi ~rahimahul lah berkata : “Pokok-poko k metode ajaran tasawwuf ada lima : Taqwa kepada Allah di dalam sepi maupun ramai, mengikuti sunnah di dalam ucapan dan perbuatan, berpaling dari makhluk di dalam penghadapa n maupun saat mundur, ridha kepada Allah dari pemberian- Nya baik sedikit ataupun banyak dan selalu kembali pada Allah saat suka maupun duka “. (Risalah Al-Maqoshi d fit Tauhid wal Ibadah wa Ushulut Tasawwuf halaman : 20, Imam Nawawi).
Kesimpulan nya muslim yang berhasil dalam beragama adalah muslim yang berakhlaku l karimah, muslim yang baik, sholihin, muslim yang ihsan, muslim yang bermakrifa t yakni muslim yang menyaksika n Allah dengan hatinya (ain bashiroh)
Imam Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani,
“Apakah Anda pernah melihat Tuhan?”
Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?”
“Bagaimana Anda melihat-Ny a?” tanyanya kembali.
Sayyidina Ali ra menjawab “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati”
Sebuah riwayat dari Ja’far bin Muhammad beliau ditanya: “Apakah engkau melihat Tuhanmu ketika engkau menyembah- Nya?” Beliau menjawab: “Saya telah melihat Tuhan, baru saya sembah”. Bagaimana anda melihat-Ny a? dia menjawab: “Tidak dilihat dengan mata yang memandang, tapi dilihat dengan hati yang penuh Iman.”
Jika belum dapat bermakrifa t yakinlah bahwa Allah Azza wa Jalla melihat kita.
Rasulullah bersabda yang artinya “jika kamu tidak melihat-Ny a (bermakrif at) maka sesungguhn ya Dia melihatmu.” (HR Muslim 11)
Ubadah bin as-shamit ra. berkata, bahwa Rasulullah shallallah u alaihi wasallam berkata: “Seutama-ut ama iman seseorang, jika ia telah mengetahui (menyaksik an) bahwa Allah selalu bersamanya , di mana pun ia berada“
Rasulullah shallallah u alaihi wasallm bersabda “Iman paling afdol ialah apabila kamu mengetahui bahwa Allah selalu menyertaim u dimanapun kamu berada“. (HR. Ath Thobari)
Muslim yang menyaksika n Allah ta’ala dengan hati (ain bashiroh) adalah muslim yang selalu meyakini kehadiranN ya, selalu sadar dan ingat kepadaNya.
Imam Qusyairi mengatakan “Asy-Syahid untuk menunjukka n sesuatu yang hadir dalam hati, yaitu sesuatu yang membuatnya selalu sadar dan ingat, sehingga seakan-aka n pemilik hati tersebut senantiasa melihat dan menyaksika n-Nya, sekalipun Dia tidak tampak. Setiap apa yang membuat ingatannya menguasai hati seseorang maka dia adalah seorang syahid (penyaksi)”
Munajat Syaikh Ibnu Athoillah, “Ya Tuhan, yang berada di balik tirai kemuliaanNya, sehingga tidak dapat dicapai oleh pandangan mata. Ya Tuhan, yang telah menjelma dalam kesempurna an, keindahan dan keagunganN ya, sehingga nyatalah bukti kebesaranN ya dalam hati dan perasaan. Ya Tuhan, bagaimana Engkau tersembuny i padahal Engkaulah Dzat Yang Zhahir, dan bagaimana Engkau akan Gaib, padahal Engkaulah Pengawas yang tetap hadir. Dialah Allah yang memberikan petunjuk dan kepadaNya kami mohon pertolonga n“
Syaikh Abdul Qadir Al-Jilany menyampaik an, “mereka yang sadar diri senantiasa memandang Allah Azza wa Jalla dengan qalbunya, ketika terpadu jadilah keteguhan yang satu yang mengugurka n hijab-hija b antara diri mereka dengan DiriNya. Semua bangunan runtuh tinggal maknanya. Seluruh sendi-send i putus dan segala milik menjadi lepas, tak ada yang tersisa selain Allah Azza wa Jalla. Tak ada ucapan dan gerak bagi mereka, tak ada kesenangan bagi mereka hingga semua itu jadi benar. Jika sudah benar sempurnala h semua perkara baginya. Pertama yang mereka keluarkan adalah segala perbudakan duniawi kemudian mereka keluarkan segala hal selain Allah Azza wa Jalla secara total dan senantiasa terus demikian dalam menjalani ujian di RumahNya”.
Wassalam
Comments
Post a Comment