Shaf Jamaah Shalat Laki-laki di Belakang Perempuan

Shaf Jamaah Shalat Laki-laki di Belakang Perempuan

 

Senin, 08 April 2019
Assalamualaikum habib,Saya mau tanya mengenai  hukum shalat berjammah,jikalau posisi laki-laki ketika shalat berjamaah ada di belakang wanita, seperti yang terjadi pada aksi di GBK kemarin,dan pada saat shalat Idul Adha atau Idul Fitri yang seringkali shaf shalatnya tak tertib.Mohon pencerahan nya.
Jawaban: 
Waalaikumussalam warahamtullahu wabarakatuh,
 Dalam shalat berjamaah terdapat beberapa aturan yang sebaiknya dilakukan jamaah, baik laki-laki maupun perempuan agar sesuai dengan tuntutan Rasulullah saw. Di antaranya adalah soal shaf atau barisan dalam shalat. Dalam sebuah hadits dikatakan sebagai berikut:
   خَيْرُ صُفُوفِ اَلرِّجَالِ أَوَّلُهَا، وَشَرُّهَا آخِرُهَا، وَخَيْرُ صُفُوفِ اَلنِّسَاءِ آخِرُهَا، وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا -رَوَاهُ مُسْلِمٌ
“Sebaik-baiknya shaf laki-laki adalah yang shaf yang pertama, dan seburuk-buruknya shaf mereka adalah yang paling terakhir. Sedang sebaik-baiknya shaf perempuan adalah yang paling akhir, dan seburuk-buruknya adalah yang pertama” (H.R. Muslim)
Hadits ini harus dibaca dalam konteks shalat jamaah dimana jamaahnya terdiri dari laki-laki dan perempuan. Jika terdiri dari laki-laki saja atau perempuan saja maka shaf yang tebaik adalah shaf pertama.
Alasan shaf yang terbaik adalah shaf pertama bagi laki-laki karena dekat dengan imam, lebih jelas dalam mendengarkan bacaan imam, dan jauh dari perempuan. Dan shaf yang terburuk adalah shaf yang paling belakang karena dekat dengan perempuan dan jauh dari imam. Sedang dalam konteks perempuan yang terbaik adalah shaf yang paling belakang karena jauh dari laki-laki. Dan yang terburuk adalah shaf yang pertama karena dekat dengan laki-laki.
قَوْلُهُ خَيْرُ صُفُوفِ اَلرِّجَالِ أَوَّلُهَا لِقُرْبِهِمْ مِنَ الْاِمَامِ وَاسْتِمَاعِهِمْ لِقِرَاءَتِهِ وَبُعْدِهِمْ مِنَ النِّسَاءِ وَشَرُّهَا اَخِرُهَا لِقُرْبِهِمْ مِنَ النِّسَاءِ وَبُعْدِهِمْ مِنَ الْاِمَامِ وَخَيْرُ صُفُوفِ النَّسَاءِ اَخِرُهَا لِبُعْدِهِنَّ مِنَ الرِّجَالِ وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا لِقُرْبِهِنَّ مِنَ الرِّجَالِ
“Pernyataan; ‘sebaik-baiknya shaf laki-laki adalah shaf yang pertama’ karena dekatnya dengan imam, bisa mendengar dengan baik bacaannya, dan jauh dari perempuan. ‘Seburuk-buruknya shaf mereka adalah yang paling terakhir’ karena dekat dengan perempuan dan juah dari imam. ‘Sebaik-baiknya shaf perempuan adalah yang paling akhir’ karena jauh dengan laki-laki. Dan ‘seburuk-buruknya shaf perempuan’ adalah yang pertama karena dekat dengan laki-laki” (Al-Mubarakfuri, Tuhfah al-Ahwadzi bi Syarhi Jami’ at-Tirmidzi, Bairut-Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, juz, 2, h. 13)
Sampai di sini sebenarnya tidak ada masalah, namun persoalan akan timbul ketika misalanya shalat yang jumlah makmumnya sangat banyak ,di mana banyak jamaah laki-laki yang berada di belakang jamaah perempuan, bahkan di samping jamaah perempuan. Kondisi seperti ini jelas menimbulkan kesemrawutan. Padahal sebagaimana penjelasan di atas semestinya jamaah perempuan di belakang jamaah laki-laki.
Menanggapi kasus seperti ini, jumhurul ulama selain dari kalangan madzhab Hanafi menyatakan, apabila perempuan berdiri di shaf laki-laki maka shalatnya orang yang ada di samping dan belakangnya tidak batal. Karenanya, jika terdapat shaf perempuan yang sempurna tidak menghalangi mengikutinya laki-laki yang ada di belakang mereka.
Dengan kata lain, shalatnya laki-laki yang berjamaah di belakang shaf perempuan tidak batal.  Begitu juga tidak batal shalat orang yang di depannya dan shalatnya perempuan sebagaimana perempuan yang berdiri bukan dalam shalat.
 وَقَالَ الْجُمْهُورُ غَيْرُ الْحَنَفِيَّةِ:إِنْ وَقَفَتِ الْمَرْأَةُ فِي صَفِّ الرِّجَالِ لَمْ تَبْطُلْ صَلَاةُ مَنْ يَلِيهَا وَلَاصَلَاةُ مَنْ خَلْفَهَا، فَلَا يَمْنَعُ وُجُودُ صَفٍّ تَامٍّ مِنَ النِّسَاءِ اِقْتِدَاءُ مَنْ خَلْفَهُنَّ مِنَ الرِّجَالِ، وَلَا تَبْطُلُ صَلَاةُ مَنْ أَمَامَهَا، وَلَا صَلَاتُهَا، كَمَا لَوْ وَقَفَتْ فِي غَيْرِ صَلَاةٍ،
“Jumhurul ulama selain berpendapat; jika perempuan berdiri di shaf laki-laki maka shalatnya orang yang ada di sebelahnya tidak batal, begitu juga shalat orang yang ada di belakangnya. Karena itu adanya shaf perempuan yang sempurna tidak bisa menghalangi mengikutinya orang laki-laki yang ada di belakangnya. Dan tidak batal shalat orang yang ada di depan perempuan, begitu juga shalatnya perempuan. Hal ini sebagaimana ia berdiri pada selain shalat” (Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu, Damaskus-Dar al-Fikr, cet ke-4, edisi revisi, juz, 2, h. 402)
Argumentasi yang dikemukan oleh mereka adalah memang ada hadits yang menunjukkan perintah untuk mengakhirkan shaf perempuan atau menempatkan shaf perempuan setelah shaf laki-laki; “akhhiruhunna min haitsu akhkharahunnallah” (akhirkan mereka (perempuan) sebagaimana Allah mengakhirkan mereka).
Namun menurut mereka, perintah mengakhirkan atau menempatkan mereka di belakang shaf laki-laki tidak serta merta merusak shalat atau membatalkannya ketika mereka tidak diakhirkan. Sebab, urutan shaf itu hanyalah sunnah nabi, sedang shaf baik shaf laki-laki maupun perempuan yang tidak sesuai dengan sunnah tersebut tidaklah membatalkan shalat. Pemahaman seperti ini didasarkan pada dalil yang menyatakan bahwa Ibnu Abbas ra pernah berdiri (bermakmum) di samping kiri Rasulullah saw tetapi shalatnya tidak batal. 
وَالْأَمْرُ بِتَأْخِيرِ الْمَرْأَةِ: أَخِّرُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَخَّرَهُنَّ اللهُ لَا يَقْتَضِي الْفَسَادَ مَعَ عَدَمِهِ؛ لِأَنَّ تَرْتِيبَ الصُّفُوفِ سُنَّةٌ نَبَوِيَّةٌ فَقَطْ، وَالْمُخَالَفَةُ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ النِّسَاءِ لَا تُبْطِلُ الصَّلَاةَ، بِدَلِيلِ أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ وَقَفَ عَلَى يَسَارِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَلَمْ تَبْطُلْ صَلَاتُهُ
“Perintah untuk mengakhirkan (menempatkan perempuan pada barisan yang akhir setelah shaf laki-laki) sebagai sabda Rasulullah saw: ‘akhirkan mereka sebagaimana Allah mengakhirkannya’, tidak dengan serta merta mengharuskan fasad (rusak) shalat ketika shaf perempuan tidak berada di belakang shaf laki-laki. Karena urut-urutan shaf itu hanya sunnah nabi saja. Sedangkan berbeda dengan sunnah tersebut, baik laki-laki maupun perempuan tidak membatalkan shalat karena ada dalil yang menyatakan bahwa Ibnu Abbas ra pernah berdiri (bermakmum) di sebelah kiri Nabi tetapi shalatnya tidak batal”. (Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu, Damaskus-Dar al-Fikr, cet ke-4, edisi revisi, juz, 2, h. 402)
 Dengan mengacu kepada penjelasan ini maka jika dalam shalat Idul Fitri atau Idul Adha,atau di GBK beberapa waktu lalu terdapat shaf atau barisan shalat laki-laki berada di belakang shaf perempuan tidaklah membatalkan shalat, namun tetap dihukumi makruh karena meninggalkan sunnah.

Semoga bisa menjadi pencerahan untuk kita semua,dan menjadi point penting untuk setiap panitia dalam melaksanakan event-event besar dalam memperhatikan shaff atau barisan shalat.

Wallahul muwaffiq ila Aqwamith Thariq,
Wassalamualaikum Warahmatulallahi Wabarakatuh.

Comments

Popular posts from this blog

DIANJURKAN UNTUK MEMBACAKAN SURAH AL QODAR DI KEPALA BAYI.

Hukum Mengamalkan Wirid Atau Hizib Tanpa Ijazah (Sanad).

Habib Hasan bin Ahmad Baharun